Gojek, Grab, Maxim, dan inDrive Perkuat Kebijakan Komisi, Driver Ojol Rencanakan Aksi Besar Nasional
RUBLIK DEPOK – Keempat perusahaan transportasi berbasis aplikasi utama di Indonesia yaitu Gojek, Grab, Maxim, dan inDrive akhirnya berkomentar secara formal tentang keluhan dari driver ojol soal tingginya biaya komisi yang menurut mereka merugikan. Hal tersebut disampaikan usai bertemu dengan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandji di kantor pusat Kementerian Perhubungan di Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 19 Mei tahun 2025, dalam pertemuan itu pun dibahas pula mengenai aturan serta mekanisme pemotongan fee dan pembagian tarif.
Keterangan Resmi dari Penerap Tentang Pengurangan
Direktur GoTo, Catherine Hindra Sutjahyo, menggarisbawahi bahwa diskon sebesar 20% hanya berlaku untuk tarif perjalanan dan tidak merujuk pada seluruh jumlah pembayaran oleh pelanggan. Dia pun menerangkan bahwa komisi dari platform aplikasi ditanggung oleh konsumen, bukannya para supir mitra.
"Penerapan rasio 80-20 ini khususnya untuk biaya perjalanan. Sedangkan biaya layanannya tidak dikenakan pada mitra, melainkan langsung dibayarkan oleh konsumen kepada penyedia jasa," terang Catherine dalam penjelasannya.
Demikian pula halnya dijelaskan oleh Tyas Widyastuti, Direktur Mobilitas dan Logistik Grab Indonesia. Menurutnya, diskon sebesar 20% berlaku hanya untuk biaya dasar perjalanan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh Kementerian Perhubungan. Diskon ini dikatakan sebagai platform fee Dan menjadi norma standar di industri jasa digital.
Misalnya, apabila biaya dasar perjalanan adalah Rp10.000 dan denda platform adalah Rp2.000, maka pengurangan 20% tersebut hanya diaplikasikan pada angka Rp10.000, bukannya pada jumlah keseluruhan yang harus ditanggung pembeli.
Posisi Maxim dan InDrive: Berkomitment Mengikuti Aturan Peraturan
Maxim Indonesia, lewat Specialis Hubungan Pemerintah Muhammad Rafi Assagaf, mengungkapkan kesetiaan mereka pada peraturan yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan. Dia memastikan bahwa potongan dari para driver partner tidak lebih dari 20%, dengan dana tersebut dialokasikan secara penuh untuk peningkatan fasilitas layanan.
Pada saat bersamaan, Ryan Rwanda selaku Manajer Pengembangan Bisnis inDrive menyatakan bahwa perusahaannya hanya menarik komisi kurang dari batas tertinggi, yaitu sebesar 11,7% bagi sopir mobil dan 9,9% bagi supir sepeda motor. Alasan pokok di balik tarif yang lebih ringan ini adalah efisiensi dalam hal operasi, termasuk sedikit biaya promosi serta struktur organisasi yang sederhana.
Aksi Besar 205: Tuntutan Pengemudi Ojek Online Terkait Peraturan Tarif
Sebaliknya, para sopir ojek online (ojol) yang menjadi anggota asosiasi Garda Indonesia berencana untuk menyelenggarakan demonstrasi besar dengan nama "Aksi Akbar 205" pada hari Selasa, tanggal 20 Mei 2025. Aksi tersebut digelar sebagai protes atas pemotongan komisi yang menurut mereka memberatkan dan juga sistem tarif rendah yang dipandang kurang wajar bagi pengendara.
Tindakan itu direncanakan untuk dilaksanakan di beberapa lokasi penting, meliputi Kementerian Perhubungan, Istana Merdeka, dan gedung DPR RI serta markas besar perusahaan-perusahaan terkait. Disebutkan bahwa ribuan sopir dari wilayah-wilayah yang beragam, mulai dari Jabodetabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bandung, Palembang, sampai ke Lampung, diperkirakan ikut ambil bagian dalam aksi ini.
Kelima Permintaan Pokok Pengunjuk Rasa Ojek Online
Berikut ini merupakan kelima permintaan pokok dari para supir yang terlibat dalam Gerakan Besar 205:
Kebutuhan Penilaian Lengkap untuk Sistem Transportasi Online
Tuntutan para driver ojek online ini pun menggambarkan perlunya penilaian menyeluruh atas konsep usaha jasa transportasi digital yang seringkali condong kepada pihak penyedia platform. Di luar masalah komisi, banyak drivier juga meratapi kurangnya kejelasan dalam mekanisme urutan pesanan, keterbukaan tentang bonus, dan kesulitan bagi mereka untuk meraup pendapatan yang cukup walaupun telah bekerja hingga puluhan jam per hari.
Phenomenon ini menimbulkan ketakutan bahwa keseimbangan dalam ekosistem digital antara penyedia layanan dan mitra kerja belum sepenuhnya adil. Sejumlah besar supir melaporkan bahwa aturan sistem algoritme pemuatan serta peringkat aplikasi menjadi lebih rumit untuk dimengerti dan tampaknya kurang menguntungkan bagi para supir yang sudah setia dari awal.
Pendorong Pembaruan Regulasi dan Sistem Insentif
Di luar unjuk rasa fisikal, sejumlah komunitas pengemudi pun memulai gerakan kampanye daring menggunakan tagar-tagar protes di platform-media sosial. Ada pula beberapa yang mendesak untuk mencabut skema subsidi harian yang cenderung tidak stabil dan mudah disalahgunakan, serta mengusulkan pergantian dengan mekanisme pendapatan minimal atau tetap per hari yang lebih adil bagi para driver.
Harapan dengan langkah tersebut adalah memacu pemerintah dan DPR supaya semakin fokus pada partisipasi wakil-wakil para pengendara dalam merumuskan kebijakan terkait transportasi online, sehingga tidak hanya mengedepankan suara dari pihak aplikator saja.
Aspirasi Pengemudi Terkait Pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat
Dengan Aksi Besar 205, para sopir ingin menyuarakan bahwa mereka tak lagi mau diabaiikan. Mereka menginginkan keterlibatan pemerintah untuk menerapkan keadilan pada masa ekonomi digital, terlebih soal pelindungan hak pekerja informal seperti driver ride-hailing yang sering kali dilupakan dalam pembuatan peraturan.
Mereka pun menginginkan agar tindakan ini dapat menjadi kesempatan untuk merenungkan bahwa perkembangan teknologi harusnya bukannya mendominasi manusia, melainkan malah memberikan penghormatan kepada kemanusiaan mereka selama proses tersebut.