Hujan di Pelupukan Sawah: Ketika Tetes Air Menjadi Emas
BOLTIM Pikiran Rakyat -
Gemuruh langit memanggil bumi,
Tetesan pertama mereda menyentuh dedaunan pisang,
lalu deras, menghentak sunyi,
melengkapi kampung dengan nada-nada yang ceria.
Seng atap bergesak tidak seirama,
Anak-anak berlari melintasi tanah lumpur,
tertawa, meski tubuh basah—
seolah hujan adalah sahabat yang datang menengok.
Sawah menggenang, lumpur menari,
kerbau terdiam di belakang gudang usia tua,
Ibu sedang memeras air di dapur bambu,
segera dan hujan bersua di atmosfer.
Di kampung itu, rintik-rintik hujan tak sekadar berupa air,
Itu adalah doa dari langit bagi tanah yang sabar.
Ceritanya ditulis tanpa menggunakan tinta.
tentang kehidupan, alam, serta cinta yang murni. ***