Pemekaran Papua: Apakah Ini Langkah yang Tepat bagi Otonomi Khusus?

PR GARUT – Perselisihan tentang pembagian wilayah di Papua sekali lagi mencuat. Beberapa komunitas lokal telah mendemonstrasikan ketidaksetujuan mereka atas niat pemerintah untuk membuat tiga provinsi tambahan di Tanah Papua, yaitu Provinsi Selatan Papua, Pegunungan Papua, dan Tengah Papua, yang akan meningkatkan jumlah provinsi menjadi lima secara keseluruhan. Walaupun alasan utamanya adalah demi diberlakukannya Otonomi Khusus (Otsus), penduduk setempat merasa bahwa hal tersebut sebenarnya melawan prinsip otonomi diri sendiri serta keunggulan regional seperti yang disepakati.
Grup-grup masyarakat sipil menyatakan bahwa pembentukan daerah baru ini ditekankan oleh para elite di Jakarta tanpa adanya kesepakatan atau partisipasi yang aktif dari penduduk asli Papua. Mereka berpendapat bahwa UU Otsus semestinya menciptakan lapangan bagi orang Papuan untuk mengurus diri mereka sendiri sesuai dengan tujuan undang-undang otonomi terbatas tersebut; tetapi pada realitanya, wewenang itu sering kali dilupakan.
"Katanya Otonomi Khusus, tapi mana keistimewaannya? Kami tidak benar-benar diberi ruang untuk mengatur daerah kami sendiri," ujar seorang aktivis lokal kepada media.
Masalah pemecahan daerah di Papua sudah menjadi perbincangan sejak waktu yang lama. Tapi, dalam beberapa bulan belakangan ini, ketegangan semakin membesar karena adanya kelompok-kelompok massa yang diklaim mensupport pemisahan provinsi, misalnya grup penopang pembentukan Provinsi Papua Barat Daya (Irjabar). Kehadiran mereka justru dipandang sebagai sumber kekhawatiran karena diduga melakukan pengancaman kepada komunitas yang enggan atau bersebrangan pandangan tentang hal tersebut.
Solidaritas Nasional untuk Papua (Sonapa) mengekspresikan keprihatinan mereka atas strategi pemerintah yang lebih condong pada pendekatan dari atasan ke bawah, karena hal tersebut dapat mendorong pertikaian di dalam negeri serta meningkatkan kesenjangan kepercayaan antara pemerintahan sentral dan warga masyarakat Papua. "Kami mendesak pihak pemerintah nasional agar mengakhiri upaya pembentukan daerah baru yang diberlakukan secara paksa dan sebaliknya mulai melakukan diskusi yang transparan, tulus, dan bertingkat dengan rakyat Papua," ungkap perwakilan Sonapa.
Pada saat bersamaan, otoritas pemerintahan mengungkapkan bahwa proses pemecahan wilayah bertujuan untuk mendistribusikan pengembangan secara merata, meningkatkan kualitas layanan umum, serta memperkuat ketertiban keamanan. Tetapi menurut beberapa kelompok di kalangan penduduk asli Papua, komitmen-komitmen ini hanyalah wacana belaka dan belum memberi dampak konkret pada rutinitas harian mereka.
Kondisi saat ini mengindikasikan bahwa masalah di Papua bukan hanya perkara batasan Administratif saja, namun juga berkaitan dengan hak asasi masyarakat, keadilan, serta kedaulatan mereka untuk merencanakan nasib mereka sendiri. Kelompok masyarakat sipil meminta agar langkah-langkah signifikan seperti pembentukan provinsi baru jangan sampai diputuskan secara sepihak, akan tetapi perlu didukung oleh harapan yang sesungguhnya dari penduduk Papua, bukan sekadar atas nama kepentingan politik.