Hilirisasi Mineral Terancam Macet Akibat Serangan Kampanye Negatif; Industri Nikel Setuju Bentuk Standar Global

Radar Info - Industri nikel di negeri kita sedang merumuskan standarisasi nasional serta internasional terkait produksi, lingkungan, dan aspek sosial. Standar ini ditargetkan dapat segera direalisasikan guna mencegah adanya kampanye negatif yang disponsori oleh kelompok tertentu dengan tujuan menahan kebijakan hilirisasi mineral yang telah dimulai.
Standarisasi ini bakal sejalan dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau Indonesian Sustainable Palm Oil dalam bidang perkebunan kelapa sawit, ataupun industri kayu yang menggunakan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK). Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, APNI berencana membentuk suatu wadah dialog dengan mengajak partisipasi dari 30 negara penghasil mineral. producers country untuk menyusun standar ESG bagi sektor mineral.
Mereka akan tiba di Indonesia akhir bulan ini. Kami berencana untuk membahas tentang ESG. Setelah itu, kita meminta bantuan kepada mereka. government Melalui Kementerian Luar Negeri, semua KBRI diundang oleh pihak tersebut. Undangan ini mencakup seluruh negara produsen mineral, tidak terbatas pada nikel saja, tetapi juga termasuk negara-negara berkembang lainnya,” jelas Meidy Katrin dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (20/5).
"Dari hasil tersebut, kami berencana untuk mengikuti model kelapa sawit terlebih dahulu. Kami akan membuat sesuatu seperti RSPO, ISPO, atau mungkin mirip dengan program SFLK yang berkaitan dengan kayu," jelasnya.
Meidy menyatakan bahwa dalam forum ESG tersebut akan disusun suatu perjanjian antara produsen mineral dengan pasar demi mengembangkan sertifikasi standar. Dia menambahkan, "Indonesia memiliki 27 critical minerals , kita punya 22 strategic minerals , yang perlu kita atur agar hal tersebut tidak terjadi black campaign sepeti pengalaman nikel," katanya.
Sementara itu, Muhammad Toha, yang merupakan Ketua Bidang Studi tentang Mineral Strategis, Mineral Kritis serta Pengolahan Mineral di Persatuan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), menyampaikan pendapatnya terkait isu tersebut. Environmental, Social, and Governance (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola) seringkali dijadikan pihak-pihak tertentu sebagai alat agar Indonesia menghentikan kebijakan hilirisasi mineral.
"Kita tidak menolak perbaikan-perbaikan untuk bisa membuat industri ini menjadi lebih green , lebih friendly , lebih ramah lingkungan dan arahnya memang kesana. Makanya itu Perhapi dan APNI juga merumuskan soal standarisasi mineral," imbuhnya.
Dalam mengelola aspek-aspek ESG, tambahnya, sektor pertambangan nikel juga memiliki hasrat dan tekad untuk memastikan bahwa aktivitas penambangan serta pemrosesan nikel dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab. environmental responsibility dan social responsibility Yang positifnya adalah membuat aktivitas pertambangan serta pemrosesan menjadi lebih terstruktur dan ramah lingkungan jangka panjang.
Saya menghargai usahanya dalam menjaga lingkungan tetapi harap jangan gunakan itu sebagai alasan untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai. hidden agenda Untuk mengekang aktivitas hilirisasi," tegasnya.
Ketua Umum Lingkar Nusantara (LISAN), Prabowo Hendarsam Marantoko, mengekspresikan kekhawatirannya atas peningkatan tekanan yang berasal dari negara-negara Barat terhadap investasi dalam sektor nikel. Mereka mencermati bagaimana berbagai media internasional serta beberapa organisasi masyarakat sipil global sering kali membawa pesan-pesan negatif tentang praktek pertambangan dan pengolahan nikel di Tanah Air.
"Belakangan ini saya melihat bagaimana tekanan dari negara-negara Barat terhadap aturan penambangan yang diterapkan oleh sejumlah perusahaan ternyata mendukung program pengolahan bahan mentah lokal. Seringkali kita menyaksikan bahwa banyak perusahaan di beberapa wilayah dengan sadar menerima_audit bertaraf internasional untuk urusan kelestarian lingkungan," ungkap Hendarsam.
Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa investasi dalam sektor nikel juga dikoordinasikan bersama-sama sebagai bagian dari prioritas nasional. Melalui proses hilirisasi, nilai tambah yang dihasilkan dari hasil pertambangan tidak lagi dieksport keluar negri secara langsung, tetapi justru berperan sebagai pendorong utama bagi ekonomi lokal.
Pada sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), Hendra Sinadia menyebutkan bahwa masalah utama di Indonesia sekarang ini merupakan gambaran dari industri pertambangan yang dipenuhi dengan perusahaan-perusahaan yang enggan mematuhi aturan. Hal tersebut pada gilirannya berdampak negatif kepada perusahaan-perusahaan yang taat hukum dan memiliki strategi pengembangan jangka panjang.
"Maka, baik suka maupun tidak, pelaksanaan hukum dan pengawasan oleh pemerintah perlu dilakukan. Sebetulnya, jika pemilik tambangan skala besar, mereka tentu akan taat pada aturan," ungkapnya.