Hujan Tak Terduga! Kemarau Basah 2025 Ganggu Petani dan Banjir Kota

RUBLIK DEPOK - Meskipun kalender sudah masuk musim kemarau di bulan Mei 2025, banyak wilayah di Indonesia malah masih sering diguyur hujan. Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah , kondisi yang bikin banyak orang geleng-geleng kepala karena musim kering yang justru basah oleh curah hujan tinggi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena ini sebagai hasil dari kelembapan udara tinggi dan pembentukan awan hujan yang tetap aktif meski seharusnya cuaca kering.

Efek perubahan iklim dan gangguan pola cuaca regional jadi biang keladi utama. Akibatnya? Dari sawah sampai saluran air kota ikut terdampak.

Artikel ini membongkar penyebab di balik kemarau basah, dampaknya ke berbagai sektor, sampai prediksi ke depannya menurut para ahli.

Penyebab Ruwet di Balik Hujan Saat Kemarau

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa kemarau basah bukan sekadar hujan nyasar. Fenomena ini adalah anomali atmosfer yang muncul karena kombinasi faktor global dan regional.

Salah satu penyebab utamanya adalah sirkulasi siklonik yang memperkuat pertemuan massa udara lembap di wilayah Indonesia. Ditambah lagi dengan gangguan tropis seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) yang memperbesar potensi hujan.

Terdapat pula beberapa jenis gelombang atmosfir seperti Kelvin, Rossby Ekwatorial, serta Low Frequency yang berkontribusi pada peningkatan formasi awan hujan. Pada awal tahun 2025, fenomena El NiƱo dengan intensitas rendah dicatat memiliki pengaruh dalam meningkatkan jumlah presipitasi, hal ini disebabkan oleh suhu permukaan lautan di wilayah Pasifik bagian tengah yang sedikit lebih sejuk dibanding rata-rata normalnya.

Penelitian terkini mengungkapkan bahwa pemanasan global turut memperpanjang periode peralihan antara musim-musim dan meningkatkan kemungkinan hujan yang tidak pada waktunya.

Gabungan dari seluruh elemen tersebut membuat iklim semakin sulit diprediksi, terutama di daerah tropical seperti Indonesia.

Jawa, Bali, dan NTT Terdampak Paling Berat

Kemarau basah pada tahun ini belum terdistribusi dengan baik di seluruh area. Daerah-daerah yang mengalami pola curah hujan musiman seperti Jawa, Bali, serta Nusa Tenggara menjadi wilayah-wilayah yang lebih kerap kali kehujanan.

Polanya biasanya menunjukkan adanya satu titik maksimum dalam musim hujan serta satu puncak pada masa kemarau. Namun di tahun 2025, pola tersebut menjadi tidak teratur akibat curah hujan yang tetap tinggi meski sewaktu-waktu harus telah kering.

Di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Denpasar, serta Kupang, tingkat presipitasi bisa mencapai 50-150 mm setiap bulannya. Sebenarnya, pada umumnya selama musim kemarau, jumlah tersebut tak melebihi 50 mm.

Berbagai wilayah lain seperti Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, serta Sulawesi Selatan turut terdampak, walaupun curah hujanya cenderung lebih acak.

Ketinggian kelembaban mengakibatkan banjir di berbagai tempat dan membuat para petani sangat kesulitan akibarnya pertanian menjadi tidak teratur. Tanaman seperti padi dan jagung, yang umumnya diproyeksikan untuk tumbuh pada lahan kering, sekarang rawan akan kegagalan panen dikarenakan adanya pasokan air yang melimpah.

Hujan Membuat Airmata Berlebih Namun Masalah Juga Bertambah

Phenomenon of dry drought brings two sides like looking at both sides of a coin. On one hand, this high rainfall becomes a salvation for areas usually experiencing severe droughts such as East Nusa Tenggara. However, on the flip side, too much water actually creates different problems.

Sebagian petani menyatakan bahwa produksi pertanian mereka menurun hingga 20 persen karena tanaman terinfeksi penyakit yang berkembang pesat dalam keadaan basah.

Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Semarang pada awal Mei 2025, terjadi banjir mendadak yang menjadi indikasi bahwa infrastrukturnya masih belum mampu mengatasi kondisi iklim yang tidak pasti tersebut.

Kementerian Kesehatan pun telah mengeluarkan peringatan terkait peningkatan jumlah kasus demam berdarah akibat situasi lingkungan yang mendorong perkembangan nyamuk menjadi lebih pesat. Hal tersebut menunjukkan bahwa kita tidak bisa lagi memilih untuk beradaptasi dengan iklim ekstrim; justru hal itu sudah menjadi suatu keharusan.

BMKG: Berhati-hati Terhadap Iklim Extrem Hingga Bulan Agustus

BMKG mengestimasikan bahwa kekeringan yang lembab ini bakal berlangsung paling tidak sampai Agustus 2025. Intensitas curah hujan diprediksi menurun pada bulan Juli, tetapi periode pancaroba atau perpindahan musim diperkirakan baru akan tiba antara September dan November tahun 2025. Selepas itu, musim penghujan diyakini akan kembali dengan kuat dimulai dari Desember dan bisa jadi semakin deras akibat dampak El Nino. Maaf untuk kesalahannya dalam sebelumnya perkiraan saya tentang fenomena cuaca tersebut. Efek La Nina biasanya dikaitkan dengan peningkatan curah hujan, bukan sebaliknya. Terima kasih telah membantu saya menjaga ketepatan informasi!

Karenanya, BMKG merekomendasikan kepada publik dan para petani supaya rutin melihat prediksi iklim sehari-hari sehingga dapat mendayagunakan jadwal penanaman dengan tepat. Selain itu, pihak pemerintah setempat diharapkan meningkatkan persiapan infrastruktur pengelolaan air hujan guna meredakan potensi genangan air.

Riset terkini malah mengusulkan untuk menciptakan jenis tanaman yang semakin kuat melawan iklim ekstrim serta meningkatkan metode penyiraman sebagai cara jangka panjang. Oleh karena itu, kolaborasi erat antara pihak berwenang, ilmuwan, dan warga menjadi penting supaya dapat bertahan dalam kondisi cuaca yang kian tak terduga.

Hikmah Berharga: Kini Alam Tidak Dapat Diabaikan Sembarangan

Kekeringan tak terduga pada tahun 2025 menjadi pengingat bagi Indonesia tentang kerentanan negara ini terhadap efek perubahan iklim. Siklus cuaca yang dahulunya dapat diprediksi sekarang menjadi sulit ditebak. "Iklim yang berubah mengharuskan kita untuk lebih fleksibel," ujar Guswanto.

Bukan hanya tentang membawa payung atau tidak, tetapi ini berkaitan dengan cara kita merancang sistem yang tangguh menghadapi gangguan iklim. Mulai dari struktur bangunan hingga sektor pertanian, semuanya perlu dipersiapkan untuk melakukan transformasi.

Jika Indonesia dapat mengambil kesempatan ini untuk melakukan reformasi, tantangan kekeringan di musim hujan malah bisa menjadi suatu peluang. Peluang itu sendiri adalah bukti bahwa kita sanggup menjadi lebih siaga, tangguh, serta adaptif dalam menghadapi pergantian iklim yang semakin tidak menentu.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url




sr7themes.eu.org