Mengintip Tradisi Wu'un Wata'n: Perayaan Panen Unik Masyarakat Adat Sukutukang

FLORES TERKINI - Setiap butiran beras yang tertanam dengan harapan serta tiap tangkai jagung yang berkembang di ladang pusaka keluarga, membawa suatu komitmen bahwa manusia tak pernah merana seorang diri. Komitmen tersebut terus dipenuhi kembali melalui Wu’un Wata’n Ritual tradisional setahun sekali di desa Kampung Sukutukang yang mengakhiri masa panen lama dan memulai musim tanam baru.

Pada upacara tersebut, rasa syukur tidak hanya terbatas pada kata-kata, tetapi menjadi sebuah tindakan konkret melalui penyajian persembahan, berdoa, serta memberikan penghargaan yang dalam kepada alam semesta dan roh leluhur.

Pelaksanaan Wu’un Wata’n Mengacu pada jadwal tradisional dan umumnya dihelat di bulan Mei. Ini merupakan momen yang dipercaya menjadi titik tertentu dalam setahun ketika pesta raja atas hasil panen sebelumnya dilangsungkan bersamaan dengan permintaan berkah untuk masa tanam selanjutnya.

Upacara ini berlangsung di kebun-kehutanan warisan generasi demi generasi dari empat kelompok etnis utama di Sukutukang: Tukan Dotong (A), Tukan Latuk , Tukan Dotong (B), dan Tukan Seda .

Walaupun berperan sebagai pemelihara inti dari tradisi, empat kelompok etnis tersebut sangat menganjurkan keterlibatan sebanyak-banyaknya bagi golongan etnis lain yang berniat untuk turut serta dalam menjaga dan mempertahankan warisan budaya mereka.

Makna Wu’un Wata’n

Menurut Andreas Rebo Tukan, yang merupakan Ketua Lembaga Adat dari Kampung Sukutukang, Wu’un Wata’n merupakan ekspresi visi kehidupan masyarakat tradisional mengenai lingkungan dan nenek moyang mereka.

“ Wu’un Wata’n bukan hanya soal panen. Ini soal bagaimana kita menghargai leluhur dan alam sebelum menikmati hasilnya. Kita bersyukur, kita hormat, dan kita tidak lupa diri,” tegasnya saat diwawancarai media pada Minggu, 18 Mei 2025.

Tokoh masyarakat lainnya, Romanus Rudi Tukan, juga menyoroti pentingnya memelihara upacara tersebut. Dia menyatakan bahwa "Upacara ini perlu dipertahankan sebab membawa berbagai macam nilai mulia seperti rasa hormat, persatuan, serta ikatan rohani yang kita bangkitkan lagi." Wu’un Wata’n ,” ungkapnya.

Ringkasan Upacara Adat Wu'un Wata'n

1. Persiapan Material Adat

Tiap pemilik kebun tradisional menyediakan bahan-bahan simbolis dengan nilai mendalam seperti di bawah ini:

  • Melang (emping dari padi baru)
  • Keempat coblosan jagung yang berasal dari ladang terbaru: dua dikirim kepada leluhur, dan dua lagi ditujukan sebagai biji penyemaian.
  • Satu ekor ayam jantan kampung untuk setiap pemilik kebun.
  • Moke (arak lokal)
  • Beras padi baru
  • Baka Wolo (tambelan sirih-pinang lengkap dengan tali): digunakan sebagai simbol pengenal diri bagi siulan di dalam komunitas tersebut
  • Moda (larva bambu) yang diolah didalam tabung bambu menjadi simbol kemelimpahan dan kesejahteraan alam.

2. Pelaksanaan Ritual

Ayam dipotong oleh seseorang dengan gelar Om atau Belake Dalam rangkaian tradisi tersebut, ayam itu kemudian dibakar, dipotong menjadi ukuran kecil-kecil, dan diaduk bersamaan dengan bahan lainnya. Melang Campuran tersebut menjadi pusat perhatian dalam acara, lalu didistribusikan ke publik sebagai simbol keserikataan dan berkah.

Moda Dimasak secara tradisional di dalam bambu, lalu disajikan bersama jagung, sirih-pinang, beras ketan segar, dan moke untuk menjadi hidangan utama bagi para leluhur. Lera Wulan Tana Ekan Wujud spiritual teratas dalam sistem kepercayaan masyarakat tradisional.

Setelah melaksanakan doa tradisional beserta pengorbanannya, barulah warga diizinkan untuk menuai buah-buahan dari kebun serta menikmati hidangan segar secara beramai-ramai.

Warisan Budaya yang Menyatukan

Wu’un Wata’n Bukan sekadar sebuah ritual, namun juga merupakan pantulan dari nilai-nilai hidup yang memfokuskan pada harmoni antara manusia, alam, serta leluhur mereka. Di tengah dinamika zaman yang semakin cepat berubah, masyarakat adat Sukutukang menyampaikan pesan bahwa hal-hal suci seharusnya dijaga, bukannya dilupakan.

Melalui Wu’un Wata’n Mereka menyampaikan pesan bahwa keberlimpahan panen tidak hanya berasal dari usaha keras, tetapi juga merupakan hasil dari penghormatan mendalam kepada tanah, waktu, serta warisan leluhur. ***

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url




sr7themes.eu.org