Nyerewes! Gubernur Dedi Mulyadi Sindir Kepala Desa di Jawa Barat: "Otaknya Hanya Dipenuhi Dana Desa"

Radar Info - Di luar sebagai pemimpin utama dalam urusan pemerintahan, posisi ketua desa pun jadi dambaan bagi sang raja-radjah lokal setempat. Tidak sedikit individu yang bersedia bertarung untuk memperoleh kesempatan menjadi kepala desa.
Di berbagai daerah, jabatan ketua desa atau Kepala Desa sering disebut juga dengan istilah yang lebih "basah". Meskipun bertindak sebagai pegawai resmi desa, ironisnya banyak kepala desa yang kurang menunjukkan sikap seperti seorang pemelihara atau pamong desa ideal, yaitu orang yang seharusnya menjadi pelayan untuk warga setempat.
Nggak heran, saat memberikan sambutan di acara Pelantikan DPD Apdesi Jawa Barat (Jabar) 2025, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi turut menyentil para kades di wilayah Jawa Barat. Dedi Mulyadi menyinggung tentang kelemahan pemimpin di tingkat desa.
"Kelemahan apa yang dimiliki oleh ketua desa saat ini? Terus terang saya sampaikan, sekarang ketua desa berubah menjadi spesialis administratif," papar Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa ketua desa kini lebih banyak berperan sebagai petugas administrasi daripada hal lainnya, dan ini tidak terjadi begitu saja. Dia menerangkan alasannya kepada semua pengawas serta peserta Apdesi di wilayah Jawa Barat, seperti yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat kepada para hadirin tersebut.
"Saya sudah tidak bisa membedakan, mana kepala desa, mana pegawai. Kenapa mana kepala desa, mana pegawai? hidupnya di otaknya cuma satu, iyeu dana desa, asup administrasikeun kumaha carana nyokot tapi teu kapanggih ," katanya berbahasa Sunda.
Melansir Radar Bogor (Kelompok Radar Info) , Dedi Mulyadi menganggap perlu untuk memperbaiki kondisi itu dengan cepat. Dia menyatakan, "Pergantian keduanya sebagai kepala desa merupakan sebuah hilangnya identitas." culture Menurutnya, hal ini berkaitan dengan karakter budaya dan para pemimpin di lingkungan tersebut yang mulai kehilangan koneksi dengan sejarah mereka, yaitu kepala desa.
Bukan hanya itu saja, menurut Dedi Mulyadi, ketua desa pun telah kehilangan koneksi dengan masyarakatnya. leuweung Pembatasan tersebut dan hilangnya koneksi dengan sumber airnya. "Sebab ikatan itu telah putus, muncullah kepala desa yang resah," tambahnya.
Dedi Mulyadi berpendapat bahwa ketidaknyamanan itu disebabkan oleh lingkungan yang tak dapat menerima. "Gelisah tentang apa? Uang sudah mencukupi, mobil pun dimiliki banyak, tetapi masih saja cemas. Sebab lingkungannya enggan memaafkan, akhirnya dalam hidupnya tiada rasa tenang atau damai," tegasnya.