Profil M Yani, Ketua GRIB Jaya Tangsel Diringkus Terkait Skandal Penggeledahan BMKG dan Dugaan Suap Rp 5 Miliar

Radar Info Berikut adalah M Yani Tuanaya, sang Ketua GRIB Jaya Tangerang Selatan (Tangsel), yang telah diamankan oleh kepolisian akibat kasus penyerobotan tanah milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) diKelurahan Pondok Betung, Tangsel.

Polda Metro Jaya sebelumnya sudah mengamankan 17 tersangka dalam kasus tersebut pada hari Sabtu (24/5/2025) petang.

Terdiri dari enam individu sebagai penerima warisan, sementara 11 siswa lainnya berperan sebagai anggota serta Ketua GRIB Jaya Tangsel, yaitu M Yani Tuanaya.

Siapakah tokoh M Yani Tuanaya?

Dia menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Rakyat Indonesia Baru (DPC GRIB Jaya) Kota Tangerang Selatan untuk masa jabatan tahun 2024 hingga 2028.

Sebagaimana diambil dari Instagram @grib_jaya_dpc_tangsel, M Yani Tuanaya telah dipilih secara aklamasi untuk menjabat posisi pengganti ketua sebelumnya yaitu Marhadih.

Kini Marhadi telah dipercaya menjadi Sekretaris DPW Banten.

Proses aklamasi ini disusul oleh semua anggota kepengurusan DPC GRIB Jaya Tangsel serta PAC GRIB dari wilayah Kecamatan Kota Tangerang Selatan. Acara tersebut dilaksanakan di rumah Marhadih pada tanggal 20 Februari 2024 kemarin.

Akun @grib_jaya_dpc_tangsel mengunggah foto M Yani Tuanaya bersama pendirinya GRIB Jaya Rosario de Marshall yang juga dikenal sebagai Hercules.

Modus yang digunakan

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengakui bahwa mereka sudah menahan 17 individu, yang meliputi M Yani Tuanaya.

Pada saat pelaksanaan operasi tersebut minimal kami berhasil menangkap 17 orang.

Orang tersebut, 11 orang di antaranya merupakan anggota OKNUM dari ormas GJ (GRIB Jaya)."

"Selanjutnya, enam orang tersebut menyatakan diri mereka sendiri sebagai ahli waris atas tanah ini," ujarnya, seperti dilaporkan melalui saluran YouTube Resmi iNews pada hari Minggu, tanggal 25 Mei 2025.

Kombes Ade selanjutnya mengungkap cara penempatan tanah yang dimiliki oleh BMKG itu.

Anggota GRIB Jaya yang telah memegang kendali atas tanah tersebut selanjutnya memberikan persetujuan kepada sejumlah pihak melalui skema sewa.

Para pemakai lahan itu mencakup dari pengusaha pecel lele sampai pengecer hewan untuk korban kurban.

Pengusaha pecel lele dibebani biaya sistem sewa yang tidak resmi senilai Rp3,5 juta setiap bulannya.

Setelah itu, dari para pelaku yang bergerak di bidang perdagangan ternakan untuk korbannya tersebut sudah ditarik sebesar Rp22 juta. Oleh karena itu kedua korban ini secara langsung melakukan transfer ke salah satu anggota ormas milik saudara Y (dikenal sebagai M Yani Tuanay dalam laporan redaksi). Saudara Y sendiri menjabat sebagai kepala DPC ormas GJ (GRIB Jaya), demikian ungkap Kombes Ade.

GRIB Jaya meminta dana sebesar Rp5 miliar kepada BMKG

Sekarang sebelumnya, BMKG sudah menginformasikan tentang masalah yang diduga sebagai penyerangan terhadap lahan oleh grup sosial bernama GRIB Jaya di wilayah Tangerang Selatan, kepada Polda Metro Jaya.

Lahan dengan luas total 127.780 meter persegi atau kira-kira 12 hektar dicatat sebagai aset pemerintah melalui Surat Tanah Hak Pengelolaan No. 1/Pondok Betung tahun 2003.

Keputusan Mahkamah Agung dengan nomor 396 PK/Pdt/2000 dan beberapa vonis lainnya yang memiliki kekuatan hukum tetap semakin memperkokoh kedudukan BMKG terhadap tanah itu.

Akan tetapi, sejak konstruksi gedung arsip BMKG dimulai di bulan November 2023, proyek tersebut mengalami hambatan akibat adanya kelompok yang menyatakan diri mereka sebagai pewaris sah serta mendapat dukungan dari massa ormas.

Dalam laporan itu, terdapat enam individu yang diduga bersalah dengan inisial J, H, AV, K, B, dan MY.

AV, K, dan MY diketahui sebagai bagian dari GRIB Jaya.

Mereka dituduh menurut Pasal 167 KUHP mengenai masuknya wilayah pribadi tanpa persetujuan, Pasal 385 KUHP seputar penyalahgunaan hak atas properti tak berpindah tangan, serta Pasal 170 KUHP yang berkaitan dengan ancaman publik terhadap individu atau benda menggunakan kekuatan bersama.

Dalam laporannya, BMKG menyebut bahwa kelompok itu menuntut kompensasi senilai Rp 5 miliar untuk pergi dari tempat tersebut.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengakui keberadaan laporan tersebut yang diajukan tanggal 3 Februari 2025.

We confirm that we have received a police report and currently, the investigation process is still ongoing.

"Pelakponya merupakan salah satu karyawan dari BMKG. Kami mengkonfirmasi hal tersebut," jelas Ade Ary terhadap pers, Jumat (23/5/2025).

Laporan tersebut kemudian diikuti sampai pada akhirnya menemukan hasil dengan penahanan 17 individu.

Artikel ini sudah dipublikasikan di Tribunnews.com

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url




sr7themes.eu.org