Halalkan Lebih Dulu, Urusan Rasanya dan Harganya Nanti!

Baru-baru ini, dunia maya dipenuhi dengan berita tentang sebuah restoran yang dikenal sebagai Ayam Goreng Widuran di Solo. Tempat makan tersebut menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa hidangan ayam goreng mereka sebenarnya belum pernah mendapatkan sertifikasi halal hingga akhir-akhir ini. Hal itu pun diringi dengan pengakuan dari pihak manajemen serta penyesalan atas kesalahpahaman tersebut.

Sekarang ini, BPJPH yang berkolaborasi dengan BPOM sebelumnya juga menemukan bahwa permen marshmallow tertentu terkontaminasi bahan dari hewan babi (porcine). Padahal, produk tersebut telah mendapatkan sertifikasi halal.

Kasus kedua ini mendapat perhatian besar dari publik se-Indonesia, termasuk pemerintahan tingkat nasional dan lokal, yang kemudian mengambil tindakan preventif dan responsif. Produk Marshmallow dihentikan penjualannya, dan semua cabang restoran Ayam Goreng Widuran pun ditutup untuk sementara waktu.

Harus disadari bahwa kedua produk ini sangat populer di kalangan pelanggan. Baik itu anak-anak sampai lansia, terutama umat Muslim yang merasa dirugikan karena insiden tersebut. Mereka rugi karena telah membeli dan mengkonsumsi makanan tidak halal, yang bertentangan dengan aturan agama Islam.

Apabila terdapat unsur ketidaksengajaan dalam menjual makanan atau minuman haram ke arah umat Muslim tanpa memberitahu dengan jelas, tindakan tersebut boleh dimasukkan sebagai pelanggaran di bawah UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Setiap pembeli berhak menerima data akurat mengenai produk atau layanan sebelum membeli, selain itu mereka punya hak atas perlindungan, kenyamanan, dan rasa aman saat menggunakan barang tersebut atau menikmati pelayanan.

Kurangnya Literasi Halal

Dua kasus di atas sekadar contoh, boleh jadi masih banyak kasus serupa bahkan lebih parah lagi yang memang belum diketahui oleh pemerintah dan masyarakat, baik disengaja maupun tidak sengaja karena faktor ketidaktahuan tentang regulasi dan ajaran agama.

Harus diakui, lemahnya literasi tentang halal pada hampir seluruh komponen masyarakat, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, distributor, dan konsumen secara umum turut menjadi faktor utama dalam membangun ekosistem serta upaya penerapan wajib halal 2024.

Dapat dibayangkan, permen Marshmallow yang sudah tercantum logo halal setelah diuji lab ternyata mengandung babi. Boleh jadi, ada tindakan tidak jujur dari pihak-pihak terkait baik saat proses sertifikasi halal, atau setelah mendapatkan sertifikat halal.

Begitu pula dengan Ayam Goreng Widuran, lebih dari 50 tahun lamanya menjual ayam goreng menggunakan minyak babi tanpa memberitahu kepada pelanggannya yang beragam Islam. Ini juga termasuk perilaku tidak jujur dan bertanggung jawab.

Selain itu, banyak orang dalam masyarakat belum benar-benar memperhatikan aspek kehalalan dari sebuah produk ataupun layanan. Bagi mereka, sebaiknya rasanya lezat dan harganya bersahabat, apakah produk tersebut halal maupun haram tidak menjadi masalah besar. Jika kedua kriteria ini dipenuhi, maka kemungkinan untuk dibeli pun semakin tinggi.

Banyak warga Muslim yang sebenarnya sangat awam mengenai konsep halal dan haram. Ini merupakan suatu hal yang cukup signifikan karena berkaitan dengan pelaksanaan ajaran agama Islam tetapi juga bertujuan menjaga kenyamanan, keselamatan, dan kesejahteraan jasmani kita.

Bagian dari Gaya Hidup

Walaupun kebanyakan penduduk Indonesia adalah Muslim, pada kenyataannya sampai hari ini, halal belum menjadi bagian dari gaya hidup kita. Banyak orang tidak menganggap penting untuk menjadikan halal sebagai prioritas utama ketika membeli serta menggunakan produk atau layanan.

Sebagai contoh, ketika seseorang berencana untuk membeli panganan atau minuman di suatu pusat perbelanjaan, kebanyakan orang hampir tidak pernah menyimak logo halal pada bungkus produk ataupun lokasinya, apalagi mengajukan pertanyaan terkait status halal dari barang-barang itu kepada sang pemilik usaha maupun pekerjanya.

Demikian diketahui dari studi yang dilakukan oleh Christopher Richie Rahardjo, dimana perilaku pembeli saat menentukan pilihan makanan dan minuman lebih dipengaruhi oleh cita rasa, biaya, tampilan produk, serta nama brand-nya. Sedangkan aspek halal masih belum menjadi faktor utama dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

Jangan repot-repot mencari jauh-jauh, cek saja sendiri saat akan membeli dan menggunakan produk atau layanan, apakah kita sudah melihat dulu logo halal-nya? Jika tak ada, bisakah kita menahan diri untuk tidak membeli serta bertanya langsung kepada penjualnya? Fenomena semacam ini sering kali terlihat dalam keseharian.

Artinya lainnya, ketika kehalalan telah menjadi prioritas utama dan pertama bagi seseorang saat memilih, membeli, mengonsumsi, atau menggunakan produk dan layanan, diikuti oleh cita rasa, harganya, tampilannya, baru setelah itu merk, maka kehalalan telah menjadi elemen dari lifestyle masyarakat Indonesia.

Kampanye Halal Digital

Meskipun tingkat literasi halal masih tergolong rendah, secara bertahap perilaku hidup halal masyarakat Indonesia semakin membaik dari waktu ke waktu. Berdasarkan beberapa studi, pertumbuhan sektor industri halal beriringan dengan kenaikan pengeluaran dan konsumsi produk-produk halal oleh masyarakat tiap tahunnya.

Sebaliknya, beberapa analis menegaskan bahwa terdapat pergantian pola pikir yang signifikan pada masyarakat Indonesia secara keseluruhan, yaitu kebiasaan halal bakal menjadi tren dominan bagi sebagian besar penduduk negara ini pada tahun 2035 mendatang. Ini berarti individu-individu tersebut akan menjadikan aspek halal sebagai prioritas nomor satu saat memutuskan untuk membeli serta menggunakan produk atau layanan apapun.

Berita baik ini harus terus diperkuat agar ekosistem serta pola hidup yang sesuai syariah bisa cepat direalisasikan. Cara mencapainya adalah dengan secara konsisten mensosialisasikan kepentingan sertifikasi dan menerapkan cara hidup halal menggunakan media digital.

Kembali disampaikan bahwa gaya hidup halal tidak hanya menjadi kepunyaan umat Muslim atau berkaitan saja dengan agama Islam, melainkan ini adalah cara hidup bagi masyarakat modern yang perlu diterapkan. Hal tersebut dikarenakan didalamnya mengandung nilai-nilai seperti kesehatan, kebersihan, kesejahteraan, kejujuran, keamanan serta berbagai aspek positif lainnya.

Oleh karena itu, apabila ingin memilih, membeli, dan mengonsumsi suatu produk atau layanan, prioritaskan terlebih dahulu untuk memastikannya halal sebelum mempertimbangkan faktor lain seperti rasanya, harganya, merknya, paketnya, lokasinya, dan seterusnya. Jika telah demikian, maka dapat dikatakan bahwa kita merupakan bagian dari mereka yang paham akan pentingnya kesesuaian dengan syariah, menjalankan pola hidup sesuai aturan Islam, dan selanjutnya ikut mendukung penyebaran gaya hidup tersebut lewat media daring di segala pelosok dunia.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url




sr7themes.eu.org