Penjual Kue Keliling Laporkan BTN ke Kejaksaan, Mengaku Dipaksa Bayar Tebusan Sertifikat Rp 80 Juta

Radarinfo,SEMARANG - Perselisihan mengenai hak milik atas properti masih belum terselesaikan; seorang wanita bernama singkatnya sebagai AS, yaitu konsumen dari Perumahan Ungaran Asri Regency (Punsae), akhirnya mengajukan laporan kepada pihak hukum dengan mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang terhadap PT Agung Citra Khasthara (PT ACK) serta Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Semarang.

AS mengajukan laporan terhadap BTN serta PT ACK dikarenakan tidak dapat menduduki properti yang sudah ia beli dari PT ACK dengan harga penuh senilai Rp130 juta di bulan Oktober tahun 2018.

Transaksi tersebut telah diverifikasi melalui Akta Perjanjian Resmi Pembeli dan Penjual (APRJPT) yang telah disahkan oleh seorang notaris di kabupaten Semarang.

Tetapi, bukannya dapat menghuni rumah yang telah dibelinya, ia justru diharuskan membayar uang penebusan sertifikat rumah senilai Rp 80 juta.

Dengan bantuan pengacaranya, AS melaporkan kasus tersebut karena diduga ada tindakan pidana korupsi (tipikor) serta konspirasi kejahatan yang berkaitan dengan kegagalan Proyek Perumahan Punsae di Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Saat yang sama, Kepala Bagian Penanganan Kasus Spesial (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Semarang Agus Sunaryo mengkonfirmasi penerimaan laporannya.

Dia menyebut, pelaporan itu telah diterima lembaganya.

"Betul sekali, memang ada keluhan tersebut dan sedang dalam proses penilaian," ujarnya ketika diwawancara oleh Tribun pada hari Sabtu, 31 Mei 2025.

Di sisi lain, Kuasa hukum AS, Ricky Ananta mengatakan, kliennya yang merupakan penjual jajanan keliling, menjelaskan kliennya tidak bisa menempati rumahnya selepas tiga tahun menunggu padahal bangunan rumah sudah jadi.

"Sehingga, nasabah kami perlu melanjutkan kontrak hunian tersebut," jelasnya.

Justru begitu, ungkap Ricky, Bank BTN tetap mendorong AS agar tidak menduduki rumah tersebut dan harus langsung membersihkan tempat tinggal itu.

Pada saat yang sama, BTN dicurigai meminta AS untuk mengurus sertifikat tanah senilai Rp 80 juta yang menjadi jaminan PT ACK supaya dapat menduduki rumah itu.

"Rumah tersebut tidak boleh dipakai sebelum sertifikatnya dapat diselesaikan dan dibayar di Bank BTN untuk menghindari lelang. Karena belas kasih pada para korban, kami memutuskan untuk membantunya tanpa biaya (pro bono),” jelasnya.

Salah satu alasan tambahan dalam laporannya, Ricky mencurigai adanya dampak merugikan bagi negara akibat tindakan Bank BTN, sementara itu justru memberi keuntungan kepada pihak ketiga yaitu PT ACK.

Dia melanjutkan bahwa dugaan tersebut terjadi lantaran BTN sudah memberikan fasilitas kredit dengan jumlah yang dianggap tak wajar, yakni mencapaiRp30 miliar.

Berikut rinciananya, kredit permulaan diberikan senilai Rp21 miliar untuk Fasilitas KYG (Kredit Yasa Griya), yaitu program pendanaan bagi pembangunan kompleks perumahan dengan nilai sekitar Rp18 miliar.

Sisanya berjumlah Rp3 miliar dari Kredit Pemilikan Tanah (KPT). Ricky belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai dana tersisa senilai Rp9 miliar.

"Selayaknya dengan dana segitu, proyek perumahan Punsae harusnya telah mencapai 100 persen penyelesaian," terangnya.

Sebenarnya, Ricky mengatakan bahwa PT ACK justru tidak memenuhi kewajibannya. Perusahaan tersebut gagal melengkapi pembangunan sekitar 445 unit hunian bersubsidi.

Selain itu, terdapat juga kredit bermasalah yang dijalankan oleh PT ACK.

"Dengan demikian, diduga bahwa pencairan kredit dari BTN yang dikantongi PT. ACK tidak dipergunakan dengan seharusnya," katanya.

Ricky menyatakan bahwa PT ACK bukan hanya menghadapi masalah likuiditas tetapi juga ada kendala lain misalnya adanya kompleks perumahan yang berhenti pembangunannya.

Selanjutnya terdapat ancaman longsoran tanah yang diperkirakan disebabkan oleh kesalahan dalam studi analisis dampak lingkungan (AMDAL).

Belum termasuk masalah-masalah dengan pelanggan lain pula.

Ricky menjelaskan bahwa tidak hanya warga Amerika Serikat (AS), tapi juga banyak korban lainnya dalam kasus Punsae yang dibagi menjadi beberapa grup berdasarkan masalah mereka masing-masing. Salah satu klien-nya misalnya, telah melunasi pembayaran namun sertifikat masih disimpan oleh bank.

Dia mengungkapkan bahwa mereka memiliki bukti tentang adanya sembilan perubahan kepemimpinan yang terjadi dalam dua tahun di PT ACK. Selama periode tersebut, terdapat penerimaan dana dari Bank BTN.

Setelah mengirim laporannya kepada Kejari Semarang, Ricky berharap agar masalah hukum di perumahan Punsae dapat diselesaikan dengan cepat.

"Ia menegaskan bahwa hak para korban harus terpenuhi," katanya.

Mantan Direktur ACK Ditangkap

Kasus Perumahan Punsae tak hanya berfokus pada dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan kepada Kejari Semarang.

Namun, laporan terkait perlindungan konsumen juga dikirim kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah.

Dalam laporannya, kepolisian di Jawa Tengah sudah mengamankan seorang yang dikenal sebagai direksi dari PT ACK.

"Kami telah mengamankan dan menyatakan Billy sebagai tersangka," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng, Kombes Pol Arif Budiman, saat diwawancara oleh Tribun Jateng.

Arif belum membeberkan informasi lebih lanjut tentang penangkapan tersebut sebab investigasinya masih berlangsung.

(Iwn)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url




sr7themes.eu.org