Israel Lakukan Serangan Bernama "Kereta Gideon" Ke Gaza

Jakarta, IDN Times - Tentara Israel baru-baru ini melakukan serbuan skala luas ke Jalur Gaza dengan tujuan untuk menumpas organisasi Hamas serta menyelamatkan para tawanan. Penyerangan tersebut adalah bagian awal dari Aksi Militar Gideon yang disebut "Operasi Kereta Perang Gideon".

"Angkatan Pertahanan Israel (IDF) sudah menggelar serbuan masif dan menugaskan unit-unitnya untuk menduduki area-area penting di Jalur Gaza. Ini merupakan tahap pertama dari Serangan Operasi Gideon Train yang juga menjadi ekspansi operasi militernya ke Gaza dengan maksud mencapai seluruh sasarannya," ungkap militer Israel lewat keterangan resmi mereka di X pada hari Jumat tanggal 16 Mei 2024 malam.

Kementerian Kesehatan di Gaza menyatakan pada hari Sabtu (17/5/2025) bahwa lebih dari 150 penduduk Palestina meninggal dunia dan 459 luka-luka dalam rentang waktu 24 jam tersebut. Dengan tambahan korban yang baru ini, jumlah total korban jiwa akibat serangan Israel ke Gaza sejak bulan Oktober tahun 2023 sudah melebihi angka 53 ribu orang.

Operasi Perang Gideon, yang mendapat persetujuan dari kabinet keamanan Israel di awal bulan Mei, melibatkan perebutan kontrol atas Gaza serta perpindahan semua penduduk sipil menuju daerah selatan. Ratusan ribu anggota militer Israel, baik itu prajurit berstatus aktif maupun mereka yang ada dalam status cadangan, telah ditugaskan untuk mengikuti misi ini.

1. Ratusan orang awam di Gaza dipaksa berpindah kembali

Kampanye militer terkini ini menimbulkan kritikan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta badan-badan bantuan. Kedua belah pihak mengingatkan bahwa masyarakat umumlah yang merasakan dampak paling besar akibat serbuan tersebut.

"Situasi yang dialami oleh penduduk Palestina di Gaza sulit untuk digambarkan, sangat menakutkan, dan sungguh tak berperikemanusiaan. Kebijakan blokade serta kelaparan merupakan pelanggaran terhadap peraturan dunia. Penahanan bantuan humaniter harus segera dibatalkan," demikian tertulis dalam cuitan milik Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada platform X tersebut.

Berdasarkan informasi dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), lebih dari 19 ribu penduduk Gaza harus berpindah sejak hari Kamis tanggal 15 Mei 2025 akibat serangan Israel.

“Banyak dari mereka tidak membawa apapun kecuali pakaian yang melekat di badan mereka," kata organisasi tersebut, seraya menambahkan bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza, dikutip dari Al Jazeera.

2. Biaya untuk kebutuhan pangan naik dengan cepat.

Jumat lalu, Munir Al-Sultan, yang merupakan Direktur Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahiya, Gaza Utara, melaporkan adanya suatu letusan besar di area sekitar rumah sakit tersebut. Akibatnya, koneksi dengan mesin pendukung pernafasan beberapa pasien putus.

Raed Radwan, yang merupakan seorang pengungsi dari area Sheikh Radwan, menyatakan bahwa dirinya merasakan getaran bumi semenjak subuh disebabkan oleh letusan di daerah itu.

"Banyak orang yang sebelumnya tak dapat kabur akibat kehebatan serangan kini mulai meninggalkan daerah tersebut," ujarnya. CNN .

Laki-laki itu mengatakan bahwa harga barang-barang makanan melambung tinggi setelah adanya pengumuman tentang operasi militer. Ons biaya juga naik drastis karena semakin banyak penduduk di wilayah utara Gaza yang berpindah ke bagian selatan.

"Kondisi di Gaza sungguh menyedihkan dan tak terbayangkan. Sangat sulit untuk diceritakan. Masyarakat harus melarikan diri dengan hanya berpakaian seadanya, tidak mampu membawa apapun dari milik pribadi mereka," ujar Nael Rahmi yang merupakan penduduk lingkungan Al-Nasr di Gaza.

3. Kedatangan Trump di Timur Tengah gagal mendapatkan perjanjian damai.

Pemberitahuan tentang serangan paling baru tersebut dikirimkan saat Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menyelesaikan perjalanan kenegaraan-nya di wilayah Timur Tengah tanpa mampu mendapatkan persetujuan untuk berhenti melakukan pertempuran.

Pada hari Jumat sebelumnya, Trump menyebutkan bahwa banyak warga di Gaza sedang kekurangan makanan dan ia berjanji bahwa Amerika Serikat akan menangani kondisi yang ada di daerah itu.

Kami saat ini mengawasi situasi di Gaza dan berencana untuk menanganinya. Banyak warga yang kekurangan makanan," ujarnya ketika berkomentar pada jurnalis di Abu Dhabi.

Kedatangan Trump di wilayah Timur Tengah sempat mengundang spekulasi tentang kemungkinan adanya gencatan senjata baru atau pengiriman kembali bantuan humaniter ke Gaza. Akan tetapi, realitas yang ada justru berbanding terbalik karena serangan Israel selama 72 jam belakangan ini semakin memburuk dan hampir menyentuh tingkatan sebelum gencatan senjata pecah pada bulan Maret lalu, demikian dilaporkan. The Guardian.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url




sr7themes.eu.org