Menjelajahi Budaya Passompe: Pertunjukan yang Mengeksplorasi Perjalanan Melewati Batas Kesedihan di Kendari, Sultra

Radar Info, KENDARI - Pementasan Passompe' Perjalanan Melintas Batas Kesedihan yang diarahkan oleh Shinta Febriany.

Terjadi di Pusat Seni Pertunjukan Taman Budaya Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kota Kendari, pada hari Sabtu, 17 Mei 2025 malam.

Pentas itu menggambarkan budaya Sulawesi Selatan (Sulsel) dan petualangan para migran Bugis-Makassar menuju Nusantara sampai Asia Tenggara.

Setelah mengunjungi Kota Kendari, pertunjukan Teater Lintas Sulawesi akan diselenggarakan berikutnya di Gorontalo pada hari Selasa, tanggal 19 Mei 2025.

Pantauan Radar Info Pertunjukan itu diperankan oleh enam orang yang terdiri dari empat wanita dan dua pria.

Teater Passompe' dimulai dengan pemandangan para penumpang yang berjalan-jalan sambil menggendong koper, membawa tas, serta memikul bagasi mereka.

Pada acara itu, ditampilkan para pelancong dengan zaman dan lokasi yang variatif, meliputi periode antaraabad keenambelas sampai masa sesudah abad dua puluh satu.

Dikisahkan mereka menjelajahi beragam lokasi, mulai dari dalam negeri sampai ke luar negeri dan kemudian berkembang biak.

Masalah diaspora, lintas negara, dan perpindahan penduduk telah terjadi sejak jaman dulu. Lewat pementasan itu, para penonton diajak untuk mengamati hubungannya dengan keadaan saat ini.

Seperti diungkapkan Shinta saat diwawancarai media ini, Teater Lintas Sulawesi ini juga membahas isu gender dan identitas yang melekat pada orang-orang Bugis-Makassar.

Menurut dia, kesetaraan gender telah menjadi tujuan yang sudah lama digalakkan oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Misalnya saja dengan memperbolehkan wanita untuk turut serta dalam rapat-rapat penting dan mengikutsertakan mereka pada proses pengambilan keputusan.

"Bukannya baru saat ini kita memulai pemujaan terhadap kesetaraan, namun tanda-tandanya telah hadir di zaman dahulu," katanya setelah penampilan Passompe' berakhir.

Shinta menambahkan bahwa dalam pertunjukan itu terdapat dialog antara para pemain yang menggugah pertanyaan tentang jati diri mereka.

Dalam pandangannya, identitas saat ini dapat dipandang sebagai hal yang selalu berubah, dinamis, berkembangan, dan tak sebatas satu dimensi.

Dia berharap penonton akan memikirkan kembali tentang arti identitas serta maksud dari penyebaran ide-ide usai menyaksikan pertunjukan itu.

"Serta mengulas kembali riwayat para pemuda Bugis-Makassar yang menetap contohnya di Kendari, Kolaka, (serta daerah-daerah lainnya)," ungkapnya.

Penonton bernama Lia menyatakan bahwa dia sangat menikmati pementasan tersebut karena menggambarkan kehidupan para migran Bugis-Makassar.

"Melalui penampilan tersebut, saya dapat mengamati bahwa masyarakat Sulawesi Selatan tidak hanya terdiri dari para pelaku usaha yang mahir dalam bidang perdagangan tetapi juga gemar seni seperti bernyanyi," katanya.

Dia menginginkan agar pertunjukan-pertunjukan yang mendiskusikan aspek-aspek sosial dan budaya sebuah masyarakat bisa semakin sering digelar di Kota Kendari.

"Harapannya suatu saat akan ada pementasan atau drama yang menampilkan bagaimana kondisi masyarakat Sultra pada masa lalu, hal itu penting untuk diketahui terutama bagi kalangan pemuda," demikian katanya. (*)

(Radar Info/Apriliana Suriyanti)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url




sr7themes.eu.org