Pengamat: Arahan Operasi RDF Rorotan Terburu-buru Berpotensi Masalah

Radar Info , Jakarta - Analis lingkungan dari Organisasi Penelitian Kebijakan dan Lingkungan Sigmaphi Indonesia, Gusti Raganata, mengomentari instruksi yang diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq tentang penerapan ulang fasilitas Pembakaran Limbah Tereduksi (PLT) atau RDF Rorotan Di Jakarta Utara terburu-buru. Peluncuran fasilitas pemrosesan tersebut sampah Hal itu dianggap membutuhkan analisis yang mendalam.
"Kebutuhan penduduk lokal di area proyek ini sepertinya tidak diperhatian. Hal tersebut menunjukkan dampak serius dari pernyataan Menteri Lingkungan Hidup," ungkap Gusti melalui pernyataannya secara tertulis pada hari Sabtu, 24 Mei 2025.
Saat menghadiri acara di Cilincing minggu lalu, Menteri Hanif menekankan agar RDF Rorotan beroperasi lagi paling lambat bulan Juni tahun 2025. Hal ini sebelum jadwal semula dari Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang bertujuan untuk meresmikan penggunaannya kembali pada bulan September nanti.
Teknologi pengolahan sampah RDF Rorotan dinilai telah cukup canggih. Manajemen diminta segera meningkatkan teknologi tersebut guna menyelesaikan masalah Bau dari sampah yang sangat menusuk hidung.
Menurut Gusti, Menteri Hanif harus lebih menekankan pentingnya melindungi kehidupan manusia serta ekosistem seputaran RDF Rorotan. Operasi instalasi RDF ini akan berakhir pada Maret 2025 demi proses tersebut. commissioning Jika berniat untuk direaktivasi, ia menuntut jaminan dari Kementerian Lingkungan Hidup yang menyatakan RDF tidak akan merusak atmosfer maupun ganggu hak-hak penduduk lokal.
"Bermacam-macamm hal perlu ditinjau ulang oleh Menteri Lingkungan Hidup serta Gubernur Jakarat terbaru, Pramono Anung," jelas Gusti.
Menurut catatan Sigmaphi, Gusti menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta merogoh kocek sebesar Rp 3,4 triliun setiap tahun untuk menangani sampah. Dari total tersebut, sekitarRp 2,9 triliun digunakan untuk manajemen dan transportasi limbah, sementara sisanya senilai Rp 500 miliar dialokasikan untuk operasional Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Bantargejang.
Masalah utamanya menurutnya adalah permasalahan limbah belum terselesaikan. Jumlah sampah di Jakarta justru semakin bertambah. "Harus diperiksa jumlah kendaraan pembuang sampah yang ada di Jakarta," ujar Gusti. Dia meragukan apakah data tertulis sudah mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
Pemimpin Badan Pengelola Lingkungan Hidup Jakarta Asep Kuswanto sempat mengumumkan bahwa RDF Sampah Organik siap diterapkan secara cepat, seperti yang diminta oleh Menteri Hanif. Tempat ini mampu memproses hingga 875 ton limbah per harinya untuk diubah menjadi RDF. Hasil produksi tersebut ditawarkan sebagai pilihan bahanbakar.
Instruksi dari Menteri Hanif memberikan tantangan tersendiri untuk Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta serta unit pengelola Tempat Pembuatan Energi dari Limbah Padat di Rorotan yang dikelola oleh KSO antara PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dengan PT Jaya Konstruksi. "Supaya bisa mempercepat tahapan perbaikan," equipment "(di RDF Rorotan)," kata Asep.