Perhatian! Musim Kemarau Tidak Selalu Kering - Waspadai Ancaman Petaka Pertanian
Inilah kondisinya yang disebut "kekeringan lembab", suatu anomali iklim yang telah menjadi lebih umum terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini dan kini pengaruhnya semakin terasa.
Mulai dari bidang pertanian sampai ke area infrastruktur, fenomena ini menghadirkan tantangan besar untuk beragam kelompok dalam masyarakat.
Apakah yang Dimaksud dengan Kemarau Kering dan Sebabnya?
Dari perspektif klimatologi, musim kemarau di Indonesia umumnya terjadi mulai bulan April sampai Oktober.
Selama masa ini, intensitas hujan diperkirakan akan mengalami penurunan signifikan, terlebih lagi di daerah-daerah yang letaknya ada di bagian selatan garis ekuator.
Tetapi pada tahun ini, hujan tetap saja berlanjut dan bahkan turun dengan kekuatan sedang sampai deras di beberapa tempat seperti Jawa Barat, Banten, Selatan Sumatera, Kalimantan Barat, serta sebagian dari wilayah Nusa Tenggara.
Phenomenon ini dipicu oleh berbagai faktor cuaca. Salah satunya adalah temperatur permukaan lautan di wilayah perairan Indonesia serta Samudra Hindia yang tetap terus lebih panas daripada rata-rata biasanya.
Temperatur air lautan yang panas memicu evaporasi meningkat dan menghasilkan awan hujan yang semestinya kurang mendominasi selama musim kering.
Kedua, dampak dari Madden-Julian Oscillation (MJO), yakni gelombang atmosfer tropis yang berjalan dari arah barat hingga timur, menghasilkan kenaikan konveksi awan di wilayah Indonesia.
Ketiga, sirkulasi musim angin Asia tetap sangat aktif dan mengangkut uap air dari Laut Hindia menuju kepulauan Nusantara, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya hujan.
Di atas segalanya, para pakar menunjukkan bahwa kekeringan basah ini berkorelasi dengan efek konkret dari perubahan iklim dunia. Siklus cuaca saat ini menjadi semakin tak teratur dan sulit untuk ditebak, menyebabkan garis pemisah antara masa hujan dan kemarau makin memudar.
Dampak Nyata di Lapangan
Salah satu sektor yang paling terdampak dari fenomena kemarau basah adalah pertanian. Musim kemarau biasanya menjadi periode ideal untuk panen dan pengeringan hasil pertanian seperti padi, jagung, dan kedelai.
Meskipun intensitas hujan tetap tinggi, para petani menghadapi tantangan dalam menjemur hasil panennya, yang dapat menyebabkan kerugian akibat pembusukan serta penurunan mutu produk. Pada berbagai daerah, perencanaan waktu tanam pun terganggu, sehingga potensi kegagalan panen semakin nyata.
Kondisi ini juga mengganggu pembangunan infrastruktur. Proyek-proyek konstruksi jalan, jembatan, dan perbaikan drainase mengalami keterlambatan akibat tanah yang masih basah dan sulit dikerjakan.
Selain itu, masyarakat urban juga terkena dampak dari genangan air dan banjir lokal yang muncul di tengah musim yang seharusnya kering.
Dalam sektor kesehatan, bahaya penyakit terkait kelembaban seperti infeksi saluran pernafasan, Demam Berdarah Dengue, serta diare semakin memperparah situasi.
Ketinggian kelembaban udara pun memperparah situasi bagi orang dengan penyakit asma atau alergi.
Strategi Menghadapi Kemarau Basah
Menghadapi iklim cuaca yang semakin tak terduga, penyesuaian diri adalah hal penting. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) secara berkelanjutan meningkatkan jaringan peramalan cuacanya serta memberikan informasi kepada publik agar tidak lagi bergantung pada model musiman lama sebagai panduan primer dalam kegiatan ekonomi maupun sosial.
Untuk bidang perternakan, penerapan teknologi canggih seperti mesin pengering hasil panen sendiri, sistem irigasi yang dapat disesuaikan, serta memilih jenis tanaman yang tangguh terhadap iklim ekstrem amatlah krusial.
Petani harus pula meng-update jadwal penanaman sesuai dengan informasi iklim yang terkini, tak sekadar bergantung pada praktik lama yang telah menjadi kebiasaan.
Pada area perkotaan, pihak berwenang setempat perlu memperbesar kemampuan jaringan pembuangan air hujan serta menerapkan sistem peringatan awal terhadap bencana banjir.
Konstruksi fasilitas umum harus juga mengakomodasi kemampuan menahan dampak dari iklim yang kian tidak menentu dengan fenomena cuaca ekstrem yang makin kerap dialami.
Pemahaman tentang Iklim: Sudah bukan lagi sebagai pilihan, melainkan keharusan
Kekeringan kering ini bukan sekadar menginformasikan situasi cuaca terkini, tetapi juga menandakan bahwa dampak perubahan iklim sudah mencapai tingkat yang berpengaruh pada kehidupan sehari-hari kita.
Apabila tidak cepat direspon dengan tindakan dan pemahaman bersama, konsekuensinya dapat menjadi lebih besar serta merugikan.
Kepada masyarakat diharuskan agar menjadi lebih sadar mengenai masalah lingkungan, termasuk dalam hal manajemen limbah dengan tepat, peningkatan upaya reduksi gas rumah kaca, serta perlindungan hutan dan zona penyimpanan air tanah.
Setiap langkah kecil berkontribusi dalam menjaga kestabilan sistem iklim bumi yang kini sedang terancam. Kemarau basah adalah realita baru yang menuntut Indonesia untuk lebih siap dan adaptif.
Ini bukan lagi soal musim yang datang lebih lambat atau hujan yang turun di waktu yang tidak biasa, tetapi tentang bagaimana bangsa ini bisa beradaptasi dengan dinamika iklim yang berubah secara global.
Kesadaran, kolaborasi, dan kebijakan berbasis data menjadi kunci untuk menjaga stabilitas lingkungan dan ketahanan sektor-sektor penting seperti pertanian, infrastruktur, dan kesehatan.
Indonesia tak bisa lagi bersandar pada kalender musim yang kaku. Saat langit tak lagi bisa diprediksi, manusia harus lebih tanggap dan cerdas dalam membaca tanda-tanda alam. (***)